TAJUK RENCANA: Darurat Narkoba Indonesia
Presiden Joko Widodo
sebenarnya telah menyampaikan pesan
dengan keras dan tegas tidak ada ampun bagi pengedar narkoba.
Permohonan grasi terpidana mati ditolak oleh Presiden Jokowi. Telah lama
Indonesia memasuki situasi darurat narkoba. Namun, penanganan terhadap
peredaran narkoba seperti biasa-biasa saja. Pekan lalu kita mendapat kabar
sejumlah tahanan narkoba kabur dari rumah tahanan Badan Narkotika Nasional.
Pekan ini kita membaca berita bagaimana terpidana mati kasus narkotika, Freddy
Budiman, mengendalikan peredaran narkoba dari balik penjara dengan bantuan
sipir. Menurut kalkulasi BNN, kerugian ekonomi akibat peredaran narkoba
mencapai Rp 50 triliun per tahun.
Ancaman darurat
narkoba sudah disampaikan sejak lama. Arsip beritaKompas Sabtu 17 April 1971
memberitakan, seluruh dunia dilanda gelombang narkotika, tidak terkecuali
Indonesia. Seperti dikutip dari Asisten Kapolri Brigjen (Pol) Soetijanto, jika
tidak ada langkah pencegahan, generasi muda Indonesia akan menjadi manusia
loyo.
Empat puluh tahun kemudian, situasinya tak banyak berubah,
bahkan mungkin lebih parah. Bagaimana membayangkan, terpidana mati masih bisa
mengendalikan peredaran narkoba dari LP Nusakambangan. Berita soal LP yang
menjadi pusat peredaran narkoba juga bukan barang baru. Dokumentasi Pusat
InformasiKompas (PIK) menunjukkan, LP menjadi pusat peredaran narkoba terjadi
sejak Maret 2012. Pembelaan dari pihak Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia
terus disampaikan. Mulai dari LP yang melebihi kapasitas, gaji sipir yang
kecil, serta rasio antara jumlah sipir dan terpidana. Kita tidak cukup
mengidentifikasi persoalan di seputar lembaga pemasyarakatan. Yang dibutuhkan
sekarang adalah bagaimana pemerintah, khususnya Kementerian Hukum dan HAM,
menyelesaikan dan mencari jalan keluar masalah itu.
Kini saatnya Presiden Joko Widodo dan Menteri Hukum dan HAM
Yasonna Laoly menyelesaikan lemahnya pengawasan di lembaga pemasyarakatan
berkaitan dengan peredaran narkoba. Over-kapasitas penghuni penjara harus
dicarikan jalan keluar. Keterlibatan sipir menjadi kaki tangan dalam jaringan
distribusi narkoba bertentangan dengan sikap Presiden Jokowi yang menolak
memberikan grasi terhadap terpidana kasus narkotika. Hukuman tegas dan lebih
berat harus dijatuhkan kepada sipir atau siapa pun yang terlibat dalam jaringan
peredaran narkotika. Namun, pada sisi lain, memperbaiki kesejahteraan sipir dan
membangun kembali LP untuk mengurangi kelebihan beban di sejumlah LP harus juga
dicarikan jalan keluar. Harus ada tanggapan konkret untuk mengatasi berbagai
masalah di LP yang sudah kita identifikasi. Bukankah kerja untuk menyelesaikan
masalah, sesuai dengan keinginan Presiden Jokowi agar para menterinya kerja,
kerja, dan kerja!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar